Hari jumat sore nyampe di Houston dan cek in di The Westin Hotel, sisa hari itu dihabiskan tuk istirahat dan curing Jetlag nya di kamar Hotel aja.Mkn mlm nya pake indomie instant yg dibawa dari Indonesia hehehe.Besok harinya baru kluar kamar tuk sarapan di restoran hotel.Dari menu yg disediakan akhirnya dipilihkan omelet telur dan bayam, nama keren di list menuny tu White Egg & Spinach Omellete.Pilihan ini dilakukan tuk menghindari makanan2 yg tidak halal seperti bacon atau ham alias daging babi hahay.Menu ini biasanya dihidangkan bersama 2 potong roti gandum panggang.
Dari namanya bs ditebak kl bentuk hidangannya sprti omelet pada umumnya, yg sedikit berbeda adalah omeletnya dicampur dgn sayur bayam.Ternyata omelet ini sangat dianjurkan buat org yg peduli akan kolesterol, karena makanan ini rendah kolesterol.Iya rendah kolesterol karena gk ada kuning telurnya hehehe.Satu hal yg menyebalkan adalah harganya. Gk nyangka aja abis mkn disodori bill hampir 15 USD, 150 ribu rupiah cm buat omelet plus segelas kopi? Betapa rendahnya nilai rupiah di negara paman Sam ini....
Sunday, July 22, 2012
Saturday, July 21, 2012
Budaya Uang Tips di Amerika
Tidak ada temen2 yg sudah pernah ke Amrik yg ks info ke saya sebelumnya ttg uang tips ini sehingga ktika saya ketemu dgn situasi dmn harusnya tips diberikan ini saya jd agak sedikit kagok juga.Critanya pas stlh breakfast saya disodori bon total harga makanan plus satu baris isian berjudul jumlah tips yg diberikan. krn awalnya gk ngeh saya gk mengiisi besaran tips yg diberikan dlm artian gk ngasi tips.Sikasir kmudian bertanya,"gmn sarapannya pak?enak?", "enak", saya blg wlw sebenarnya rasanya jauh dr enak, trus ditanya lagi'"gmn pelayanannya?", saya jwb,"good". trus saya pergi bgitu aja. Br sadar blkgan setelah tau mslh tips ini kl mksd dia tanya gt krn saya gk ngasi tips sama sekali, jd dia mikir pelayanannya kurang memuaskan.
Saya baru tau stlh coba searching di internet saking penasarannya perihal tips ini dan menemukan jawabannya di link ini (http://new-kaskus.blogspot.com/2012/04/uang-tip.html).
Berikut sedikit copasnya:
Ada satu kebiasaan tak tertulis yang berlaku umum di Amerika: uang tip.
Sebelum berangkat ke sana tahun lalu, staf Konsulat AS di Surabaya berkali-kali mengingkatkan saya: jangan lupa uang tip nya, ya Pak, 10 sampai 15 persen dari nilai transaksi.
Saya masih ragu dengan "kebenaran" pesan itu, pun walau di diktat panduan perjalanan memang dicantumkan perihal "sederhana" itu. Logika yang tertanam di benak saya selama ini adalah bahwa uang tip itu dekat maknanya dengan sogokan, sebagaimana yang sering saya dengar dalam bahasan-bahasan anti korupsi di tanah air.
Saya ingat, dulu, dalam kampanye anti korupsi ada semacam leaflet yang mengatakan jenis korupsi skala kecil meliputi apa yang disebut "uang rokok", "uang terima kasih", dan "uang tip".
Setiba di Washington DC, salah satu yang saya tanyakan pada pemandu sekaligus interpreter kami yang asli Amerika tapi lancar berbahasa Jawa, adalah perihal uang tip ini. "Dianggap tidak sopan, Pak, kalau nggak kasih tip," kata si pemandu. "Apa yang mendasari "kewajiban" memberi uang tip itu?" Tanyaku ingin mendalami. "Uang tip diberikan kepada pekerja yang melakukan layanan langsung," jawab si pemandu, "misalnya di restoran, kalau sifatnya bukan self-service, dalam arti makanan dibawakan kepada kita, lalu sisa makanan pun bukan kita yang buang sendiri ke tempat sampah, maka kita harus memberi tip". Sebaliknya, lanjut dia, kalau kita self service -membawa sendiri makanan usai membayar di kasir lalu membuang sendiri sisanya di keranjang sampah- maka kita tidak perlu mengeluarkan uang tip.
Di Amerika ternyata, pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya "layanan dasar" semacam mengantar makanan ke meja santap, membuang sampah pada tempatnya, mengangkat barang dari troli ke mobil, membersihkan kamar hotel, dan sejenisnya, tinggal sedikit orang yang sudi melakukannya. Bukan karena mereka malas melakukannya. Bukan karena itu. Justru, bagi orang Amerika, kerja-kerja seperti itu adalah kerja dasar yang secara mandiri mereka telah terlatih sejak kecil melakukannya tanpa bantuan orang lain! Jadi seyogyanya setiap orang harus melayani diri sendiri. Jika-lah kemudian ada yang bersedia melakukan hal-hal dasar untuk orang lain, maka pelakunya wajib diganjar dengan uang tip! Menghargai orang lain, itu filosofinya.
Latar lain yang membelakangi perihal uang tip ini saya dapatkan di New York City. Saya bertanya pada salah seorang tamu di hotel tempat saya menginap -suatu hal yang sebenarnya "tidak sopan" dalam standar orang Amerika kalau kita Sok Kenal Sok Dekat- untunglah ia memahami karena jelas saya terlihat orang asing yang butuh penjelasan. Jawaban dia saya ringkaskan begini: para pekerja kelas bawah umumnya menerima (di)gaji di bawah standar (under wage). Untuk mengkompensasi, atau lebih tepatnya menghormati kerelaan mereka, rakyat Amerika "bersatu" membayarkan kekurangan tersebut dalam bentuk "tip". Saya terhenyak.
Ketika jawaban itu saya "konfirmasi" ke pemandu kami, dia tersenyum membenarkan. "Dari situ (uang tip) lah mereka hidup, Pak. Dengan uang tip mereka bisa membayar transport ke tempat kerja, makan siang seadanya, lalu saat terima gaji mereka bisa bawa pulang full ke rumah".
Uang tip kadang kala di"formal"kan ke dalam tagihan layanan. Biasanya tertulis "gratuity" (penghormatan). Jika kita melihat ada item tersebut di struuk tagihan, maka kita tidak perlu lagi menyisihkan uang tip. Jika tidak tercantum, uang tipnya kita letakkan saja di atas meja.
Di Portland, Oregon, saya mendapatkan pengalaman mengharukan. Setiap hari, saya meletakkan 2 Dollar yang, menurut "petunjuk" pemandu, tempatnya di atas selimut atau di kamar mandi dekat wastafel. Para pekerja tidak akan menyentuh uang yang ada di meja (umum di Amerika kamar hotel menyediakan meja kerja). Dua dollar itu selalu berubah menjadi secarik kertas kecil bertuliskan (dalam bahasa Inggris, tentunya): "Tamu yang terhormat, terima kasih atas kebaikan hati anda, semoga Tuhan membalaskan semuanya. Semoga anda menikmati menginap di hotel kami". Saya terharu, sebagian besar dikarenakan 10 - 20 dollar yang terletak di atas meja tetap utuh tak tersentuh........
Dalam penerbangan kembali ke tanah air, saya merenung atau tepatnya menghitung, berapa duit yang terputar hanya karena alasan sederhana "uang tip". Dengan 1/3 penduduk saja yang bertransaksi layanan dalam sehari (100 juta dari 300 juta orang Amerika), dengan minimal transaksi 50 dollar, dan faktor kali uang tip terendah 10%, berarti ada sejumlah minimal 500 juta dollar perhari yang berputar! Jumlah yang cukup mencengangkan, pun untuk ukuran Amerika sendiri.
Di Makassar, saya mencoba menyisipkan tip usai makan siang di salah satu food court. Tak seberapa, tak sampai 10% dari nilai transaksi. Saya memantau dari jauh: betapa senangnya raut wajah petugas court yang membersihkan meja.
(Canny Watae, 2011 International Visitor Leadership Program participant, US Department of State)
Abis baca artikel ini jd malu sendiri tadi knp gk ngasi tips pas breakfast....yah lain padang lain belalang, lain tempat lain budaya, kl di Indonesia mah kl makan di restoran dilayani sudah sesuatu yg wajar, mikirnya itu udah bagian dari pekerjaan mreka, tapi kl diAmrik ternyata gk kyk gt...musti nebus dosa nih buat breakfast besok hari ditempat yg sama, musti ks tips dobel hehehe.
Saya baru tau stlh coba searching di internet saking penasarannya perihal tips ini dan menemukan jawabannya di link ini (http://new-kaskus.blogspot.com/2012/04/uang-tip.html).
Berikut sedikit copasnya:
Ada satu kebiasaan tak tertulis yang berlaku umum di Amerika: uang tip.
Sebelum berangkat ke sana tahun lalu, staf Konsulat AS di Surabaya berkali-kali mengingkatkan saya: jangan lupa uang tip nya, ya Pak, 10 sampai 15 persen dari nilai transaksi.
Saya masih ragu dengan "kebenaran" pesan itu, pun walau di diktat panduan perjalanan memang dicantumkan perihal "sederhana" itu. Logika yang tertanam di benak saya selama ini adalah bahwa uang tip itu dekat maknanya dengan sogokan, sebagaimana yang sering saya dengar dalam bahasan-bahasan anti korupsi di tanah air.
Saya ingat, dulu, dalam kampanye anti korupsi ada semacam leaflet yang mengatakan jenis korupsi skala kecil meliputi apa yang disebut "uang rokok", "uang terima kasih", dan "uang tip".
Setiba di Washington DC, salah satu yang saya tanyakan pada pemandu sekaligus interpreter kami yang asli Amerika tapi lancar berbahasa Jawa, adalah perihal uang tip ini. "Dianggap tidak sopan, Pak, kalau nggak kasih tip," kata si pemandu. "Apa yang mendasari "kewajiban" memberi uang tip itu?" Tanyaku ingin mendalami. "Uang tip diberikan kepada pekerja yang melakukan layanan langsung," jawab si pemandu, "misalnya di restoran, kalau sifatnya bukan self-service, dalam arti makanan dibawakan kepada kita, lalu sisa makanan pun bukan kita yang buang sendiri ke tempat sampah, maka kita harus memberi tip". Sebaliknya, lanjut dia, kalau kita self service -membawa sendiri makanan usai membayar di kasir lalu membuang sendiri sisanya di keranjang sampah- maka kita tidak perlu mengeluarkan uang tip.
Di Amerika ternyata, pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya "layanan dasar" semacam mengantar makanan ke meja santap, membuang sampah pada tempatnya, mengangkat barang dari troli ke mobil, membersihkan kamar hotel, dan sejenisnya, tinggal sedikit orang yang sudi melakukannya. Bukan karena mereka malas melakukannya. Bukan karena itu. Justru, bagi orang Amerika, kerja-kerja seperti itu adalah kerja dasar yang secara mandiri mereka telah terlatih sejak kecil melakukannya tanpa bantuan orang lain! Jadi seyogyanya setiap orang harus melayani diri sendiri. Jika-lah kemudian ada yang bersedia melakukan hal-hal dasar untuk orang lain, maka pelakunya wajib diganjar dengan uang tip! Menghargai orang lain, itu filosofinya.
Latar lain yang membelakangi perihal uang tip ini saya dapatkan di New York City. Saya bertanya pada salah seorang tamu di hotel tempat saya menginap -suatu hal yang sebenarnya "tidak sopan" dalam standar orang Amerika kalau kita Sok Kenal Sok Dekat- untunglah ia memahami karena jelas saya terlihat orang asing yang butuh penjelasan. Jawaban dia saya ringkaskan begini: para pekerja kelas bawah umumnya menerima (di)gaji di bawah standar (under wage). Untuk mengkompensasi, atau lebih tepatnya menghormati kerelaan mereka, rakyat Amerika "bersatu" membayarkan kekurangan tersebut dalam bentuk "tip". Saya terhenyak.
Ketika jawaban itu saya "konfirmasi" ke pemandu kami, dia tersenyum membenarkan. "Dari situ (uang tip) lah mereka hidup, Pak. Dengan uang tip mereka bisa membayar transport ke tempat kerja, makan siang seadanya, lalu saat terima gaji mereka bisa bawa pulang full ke rumah".
Uang tip kadang kala di"formal"kan ke dalam tagihan layanan. Biasanya tertulis "gratuity" (penghormatan). Jika kita melihat ada item tersebut di struuk tagihan, maka kita tidak perlu lagi menyisihkan uang tip. Jika tidak tercantum, uang tipnya kita letakkan saja di atas meja.
Di Portland, Oregon, saya mendapatkan pengalaman mengharukan. Setiap hari, saya meletakkan 2 Dollar yang, menurut "petunjuk" pemandu, tempatnya di atas selimut atau di kamar mandi dekat wastafel. Para pekerja tidak akan menyentuh uang yang ada di meja (umum di Amerika kamar hotel menyediakan meja kerja). Dua dollar itu selalu berubah menjadi secarik kertas kecil bertuliskan (dalam bahasa Inggris, tentunya): "Tamu yang terhormat, terima kasih atas kebaikan hati anda, semoga Tuhan membalaskan semuanya. Semoga anda menikmati menginap di hotel kami". Saya terharu, sebagian besar dikarenakan 10 - 20 dollar yang terletak di atas meja tetap utuh tak tersentuh........
Dalam penerbangan kembali ke tanah air, saya merenung atau tepatnya menghitung, berapa duit yang terputar hanya karena alasan sederhana "uang tip". Dengan 1/3 penduduk saja yang bertransaksi layanan dalam sehari (100 juta dari 300 juta orang Amerika), dengan minimal transaksi 50 dollar, dan faktor kali uang tip terendah 10%, berarti ada sejumlah minimal 500 juta dollar perhari yang berputar! Jumlah yang cukup mencengangkan, pun untuk ukuran Amerika sendiri.
Di Makassar, saya mencoba menyisipkan tip usai makan siang di salah satu food court. Tak seberapa, tak sampai 10% dari nilai transaksi. Saya memantau dari jauh: betapa senangnya raut wajah petugas court yang membersihkan meja.
(Canny Watae, 2011 International Visitor Leadership Program participant, US Department of State)
Abis baca artikel ini jd malu sendiri tadi knp gk ngasi tips pas breakfast....yah lain padang lain belalang, lain tempat lain budaya, kl di Indonesia mah kl makan di restoran dilayani sudah sesuatu yg wajar, mikirnya itu udah bagian dari pekerjaan mreka, tapi kl diAmrik ternyata gk kyk gt...musti nebus dosa nih buat breakfast besok hari ditempat yg sama, musti ks tips dobel hehehe.
Subscribe to:
Posts (Atom)