Hari jumat sore nyampe di Houston dan cek in di The Westin Hotel, sisa hari itu dihabiskan tuk istirahat dan curing Jetlag nya di kamar Hotel aja.Mkn mlm nya pake indomie instant yg dibawa dari Indonesia hehehe.Besok harinya baru kluar kamar tuk sarapan di restoran hotel.Dari menu yg disediakan akhirnya dipilihkan omelet telur dan bayam, nama keren di list menuny tu White Egg & Spinach Omellete.Pilihan ini dilakukan tuk menghindari makanan2 yg tidak halal seperti bacon atau ham alias daging babi hahay.Menu ini biasanya dihidangkan bersama 2 potong roti gandum panggang.
Dari namanya bs ditebak kl bentuk hidangannya sprti omelet pada umumnya, yg sedikit berbeda adalah omeletnya dicampur dgn sayur bayam.Ternyata omelet ini sangat dianjurkan buat org yg peduli akan kolesterol, karena makanan ini rendah kolesterol.Iya rendah kolesterol karena gk ada kuning telurnya hehehe.Satu hal yg menyebalkan adalah harganya. Gk nyangka aja abis mkn disodori bill hampir 15 USD, 150 ribu rupiah cm buat omelet plus segelas kopi? Betapa rendahnya nilai rupiah di negara paman Sam ini....
Sunday, July 22, 2012
Saturday, July 21, 2012
Budaya Uang Tips di Amerika
Tidak ada temen2 yg sudah pernah ke Amrik yg ks info ke saya sebelumnya ttg uang tips ini sehingga ktika saya ketemu dgn situasi dmn harusnya tips diberikan ini saya jd agak sedikit kagok juga.Critanya pas stlh breakfast saya disodori bon total harga makanan plus satu baris isian berjudul jumlah tips yg diberikan. krn awalnya gk ngeh saya gk mengiisi besaran tips yg diberikan dlm artian gk ngasi tips.Sikasir kmudian bertanya,"gmn sarapannya pak?enak?", "enak", saya blg wlw sebenarnya rasanya jauh dr enak, trus ditanya lagi'"gmn pelayanannya?", saya jwb,"good". trus saya pergi bgitu aja. Br sadar blkgan setelah tau mslh tips ini kl mksd dia tanya gt krn saya gk ngasi tips sama sekali, jd dia mikir pelayanannya kurang memuaskan.
Saya baru tau stlh coba searching di internet saking penasarannya perihal tips ini dan menemukan jawabannya di link ini (http://new-kaskus.blogspot.com/2012/04/uang-tip.html).
Berikut sedikit copasnya:
Ada satu kebiasaan tak tertulis yang berlaku umum di Amerika: uang tip.
Sebelum berangkat ke sana tahun lalu, staf Konsulat AS di Surabaya berkali-kali mengingkatkan saya: jangan lupa uang tip nya, ya Pak, 10 sampai 15 persen dari nilai transaksi.
Saya masih ragu dengan "kebenaran" pesan itu, pun walau di diktat panduan perjalanan memang dicantumkan perihal "sederhana" itu. Logika yang tertanam di benak saya selama ini adalah bahwa uang tip itu dekat maknanya dengan sogokan, sebagaimana yang sering saya dengar dalam bahasan-bahasan anti korupsi di tanah air.
Saya ingat, dulu, dalam kampanye anti korupsi ada semacam leaflet yang mengatakan jenis korupsi skala kecil meliputi apa yang disebut "uang rokok", "uang terima kasih", dan "uang tip".
Setiba di Washington DC, salah satu yang saya tanyakan pada pemandu sekaligus interpreter kami yang asli Amerika tapi lancar berbahasa Jawa, adalah perihal uang tip ini. "Dianggap tidak sopan, Pak, kalau nggak kasih tip," kata si pemandu. "Apa yang mendasari "kewajiban" memberi uang tip itu?" Tanyaku ingin mendalami. "Uang tip diberikan kepada pekerja yang melakukan layanan langsung," jawab si pemandu, "misalnya di restoran, kalau sifatnya bukan self-service, dalam arti makanan dibawakan kepada kita, lalu sisa makanan pun bukan kita yang buang sendiri ke tempat sampah, maka kita harus memberi tip". Sebaliknya, lanjut dia, kalau kita self service -membawa sendiri makanan usai membayar di kasir lalu membuang sendiri sisanya di keranjang sampah- maka kita tidak perlu mengeluarkan uang tip.
Di Amerika ternyata, pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya "layanan dasar" semacam mengantar makanan ke meja santap, membuang sampah pada tempatnya, mengangkat barang dari troli ke mobil, membersihkan kamar hotel, dan sejenisnya, tinggal sedikit orang yang sudi melakukannya. Bukan karena mereka malas melakukannya. Bukan karena itu. Justru, bagi orang Amerika, kerja-kerja seperti itu adalah kerja dasar yang secara mandiri mereka telah terlatih sejak kecil melakukannya tanpa bantuan orang lain! Jadi seyogyanya setiap orang harus melayani diri sendiri. Jika-lah kemudian ada yang bersedia melakukan hal-hal dasar untuk orang lain, maka pelakunya wajib diganjar dengan uang tip! Menghargai orang lain, itu filosofinya.
Latar lain yang membelakangi perihal uang tip ini saya dapatkan di New York City. Saya bertanya pada salah seorang tamu di hotel tempat saya menginap -suatu hal yang sebenarnya "tidak sopan" dalam standar orang Amerika kalau kita Sok Kenal Sok Dekat- untunglah ia memahami karena jelas saya terlihat orang asing yang butuh penjelasan. Jawaban dia saya ringkaskan begini: para pekerja kelas bawah umumnya menerima (di)gaji di bawah standar (under wage). Untuk mengkompensasi, atau lebih tepatnya menghormati kerelaan mereka, rakyat Amerika "bersatu" membayarkan kekurangan tersebut dalam bentuk "tip". Saya terhenyak.
Ketika jawaban itu saya "konfirmasi" ke pemandu kami, dia tersenyum membenarkan. "Dari situ (uang tip) lah mereka hidup, Pak. Dengan uang tip mereka bisa membayar transport ke tempat kerja, makan siang seadanya, lalu saat terima gaji mereka bisa bawa pulang full ke rumah".
Uang tip kadang kala di"formal"kan ke dalam tagihan layanan. Biasanya tertulis "gratuity" (penghormatan). Jika kita melihat ada item tersebut di struuk tagihan, maka kita tidak perlu lagi menyisihkan uang tip. Jika tidak tercantum, uang tipnya kita letakkan saja di atas meja.
Di Portland, Oregon, saya mendapatkan pengalaman mengharukan. Setiap hari, saya meletakkan 2 Dollar yang, menurut "petunjuk" pemandu, tempatnya di atas selimut atau di kamar mandi dekat wastafel. Para pekerja tidak akan menyentuh uang yang ada di meja (umum di Amerika kamar hotel menyediakan meja kerja). Dua dollar itu selalu berubah menjadi secarik kertas kecil bertuliskan (dalam bahasa Inggris, tentunya): "Tamu yang terhormat, terima kasih atas kebaikan hati anda, semoga Tuhan membalaskan semuanya. Semoga anda menikmati menginap di hotel kami". Saya terharu, sebagian besar dikarenakan 10 - 20 dollar yang terletak di atas meja tetap utuh tak tersentuh........
Dalam penerbangan kembali ke tanah air, saya merenung atau tepatnya menghitung, berapa duit yang terputar hanya karena alasan sederhana "uang tip". Dengan 1/3 penduduk saja yang bertransaksi layanan dalam sehari (100 juta dari 300 juta orang Amerika), dengan minimal transaksi 50 dollar, dan faktor kali uang tip terendah 10%, berarti ada sejumlah minimal 500 juta dollar perhari yang berputar! Jumlah yang cukup mencengangkan, pun untuk ukuran Amerika sendiri.
Di Makassar, saya mencoba menyisipkan tip usai makan siang di salah satu food court. Tak seberapa, tak sampai 10% dari nilai transaksi. Saya memantau dari jauh: betapa senangnya raut wajah petugas court yang membersihkan meja.
(Canny Watae, 2011 International Visitor Leadership Program participant, US Department of State)
Abis baca artikel ini jd malu sendiri tadi knp gk ngasi tips pas breakfast....yah lain padang lain belalang, lain tempat lain budaya, kl di Indonesia mah kl makan di restoran dilayani sudah sesuatu yg wajar, mikirnya itu udah bagian dari pekerjaan mreka, tapi kl diAmrik ternyata gk kyk gt...musti nebus dosa nih buat breakfast besok hari ditempat yg sama, musti ks tips dobel hehehe.
Saya baru tau stlh coba searching di internet saking penasarannya perihal tips ini dan menemukan jawabannya di link ini (http://new-kaskus.blogspot.com/2012/04/uang-tip.html).
Berikut sedikit copasnya:
Ada satu kebiasaan tak tertulis yang berlaku umum di Amerika: uang tip.
Sebelum berangkat ke sana tahun lalu, staf Konsulat AS di Surabaya berkali-kali mengingkatkan saya: jangan lupa uang tip nya, ya Pak, 10 sampai 15 persen dari nilai transaksi.
Saya masih ragu dengan "kebenaran" pesan itu, pun walau di diktat panduan perjalanan memang dicantumkan perihal "sederhana" itu. Logika yang tertanam di benak saya selama ini adalah bahwa uang tip itu dekat maknanya dengan sogokan, sebagaimana yang sering saya dengar dalam bahasan-bahasan anti korupsi di tanah air.
Saya ingat, dulu, dalam kampanye anti korupsi ada semacam leaflet yang mengatakan jenis korupsi skala kecil meliputi apa yang disebut "uang rokok", "uang terima kasih", dan "uang tip".
Setiba di Washington DC, salah satu yang saya tanyakan pada pemandu sekaligus interpreter kami yang asli Amerika tapi lancar berbahasa Jawa, adalah perihal uang tip ini. "Dianggap tidak sopan, Pak, kalau nggak kasih tip," kata si pemandu. "Apa yang mendasari "kewajiban" memberi uang tip itu?" Tanyaku ingin mendalami. "Uang tip diberikan kepada pekerja yang melakukan layanan langsung," jawab si pemandu, "misalnya di restoran, kalau sifatnya bukan self-service, dalam arti makanan dibawakan kepada kita, lalu sisa makanan pun bukan kita yang buang sendiri ke tempat sampah, maka kita harus memberi tip". Sebaliknya, lanjut dia, kalau kita self service -membawa sendiri makanan usai membayar di kasir lalu membuang sendiri sisanya di keranjang sampah- maka kita tidak perlu mengeluarkan uang tip.
Di Amerika ternyata, pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya "layanan dasar" semacam mengantar makanan ke meja santap, membuang sampah pada tempatnya, mengangkat barang dari troli ke mobil, membersihkan kamar hotel, dan sejenisnya, tinggal sedikit orang yang sudi melakukannya. Bukan karena mereka malas melakukannya. Bukan karena itu. Justru, bagi orang Amerika, kerja-kerja seperti itu adalah kerja dasar yang secara mandiri mereka telah terlatih sejak kecil melakukannya tanpa bantuan orang lain! Jadi seyogyanya setiap orang harus melayani diri sendiri. Jika-lah kemudian ada yang bersedia melakukan hal-hal dasar untuk orang lain, maka pelakunya wajib diganjar dengan uang tip! Menghargai orang lain, itu filosofinya.
Latar lain yang membelakangi perihal uang tip ini saya dapatkan di New York City. Saya bertanya pada salah seorang tamu di hotel tempat saya menginap -suatu hal yang sebenarnya "tidak sopan" dalam standar orang Amerika kalau kita Sok Kenal Sok Dekat- untunglah ia memahami karena jelas saya terlihat orang asing yang butuh penjelasan. Jawaban dia saya ringkaskan begini: para pekerja kelas bawah umumnya menerima (di)gaji di bawah standar (under wage). Untuk mengkompensasi, atau lebih tepatnya menghormati kerelaan mereka, rakyat Amerika "bersatu" membayarkan kekurangan tersebut dalam bentuk "tip". Saya terhenyak.
Ketika jawaban itu saya "konfirmasi" ke pemandu kami, dia tersenyum membenarkan. "Dari situ (uang tip) lah mereka hidup, Pak. Dengan uang tip mereka bisa membayar transport ke tempat kerja, makan siang seadanya, lalu saat terima gaji mereka bisa bawa pulang full ke rumah".
Uang tip kadang kala di"formal"kan ke dalam tagihan layanan. Biasanya tertulis "gratuity" (penghormatan). Jika kita melihat ada item tersebut di struuk tagihan, maka kita tidak perlu lagi menyisihkan uang tip. Jika tidak tercantum, uang tipnya kita letakkan saja di atas meja.
Di Portland, Oregon, saya mendapatkan pengalaman mengharukan. Setiap hari, saya meletakkan 2 Dollar yang, menurut "petunjuk" pemandu, tempatnya di atas selimut atau di kamar mandi dekat wastafel. Para pekerja tidak akan menyentuh uang yang ada di meja (umum di Amerika kamar hotel menyediakan meja kerja). Dua dollar itu selalu berubah menjadi secarik kertas kecil bertuliskan (dalam bahasa Inggris, tentunya): "Tamu yang terhormat, terima kasih atas kebaikan hati anda, semoga Tuhan membalaskan semuanya. Semoga anda menikmati menginap di hotel kami". Saya terharu, sebagian besar dikarenakan 10 - 20 dollar yang terletak di atas meja tetap utuh tak tersentuh........
Dalam penerbangan kembali ke tanah air, saya merenung atau tepatnya menghitung, berapa duit yang terputar hanya karena alasan sederhana "uang tip". Dengan 1/3 penduduk saja yang bertransaksi layanan dalam sehari (100 juta dari 300 juta orang Amerika), dengan minimal transaksi 50 dollar, dan faktor kali uang tip terendah 10%, berarti ada sejumlah minimal 500 juta dollar perhari yang berputar! Jumlah yang cukup mencengangkan, pun untuk ukuran Amerika sendiri.
Di Makassar, saya mencoba menyisipkan tip usai makan siang di salah satu food court. Tak seberapa, tak sampai 10% dari nilai transaksi. Saya memantau dari jauh: betapa senangnya raut wajah petugas court yang membersihkan meja.
(Canny Watae, 2011 International Visitor Leadership Program participant, US Department of State)
Abis baca artikel ini jd malu sendiri tadi knp gk ngasi tips pas breakfast....yah lain padang lain belalang, lain tempat lain budaya, kl di Indonesia mah kl makan di restoran dilayani sudah sesuatu yg wajar, mikirnya itu udah bagian dari pekerjaan mreka, tapi kl diAmrik ternyata gk kyk gt...musti nebus dosa nih buat breakfast besok hari ditempat yg sama, musti ks tips dobel hehehe.
Tuesday, June 5, 2012
Alhamdulillah, VISA nya sudah ditangan
Tanggal 5 Juni 2012.Sekitar jam setengah 3 sore, saat ketika para karyawan termasuk saya sedang pada sibuk bekerja sambil melawan rasa kantuk, tiba2 ada yang menelpon saya, dia bilang dari RPX.Org itu bilang kalau ada paket dari Surabaya dan menelpon saya untuk konfirmasi alamat pengiriman barang, dan saya bilang kirim ke PT CAMERON SYSTEM. Ternyata orangnya sudah ada di depan pos security.Saya pun diminta untuk membawa fotokopi KTP.
Ternyata itu adalah paket dari US Embassy Surabaya.Isinya adalah passport saya yang sudah ditempeli VISA Amerika disalah satu halaman Visa nya. Alhamdulillah, akhirnya datang juga. Sebenarnya lebih cepat dari yang dijanjikan orang embassy nya sih, karena waktu itu katanya akan dikirim 1 minggu setelah hari interview, ternyata 5 hari setelah hari itu VISA nya sudah nyampe Batam hehehe.Dan VISA nya pun berlaku 5 tahun dari sekarang, lumayan la buat bolak-bolak kesana at least tahun depan di acara yang sama udah gk perlu urus VISA lagi :-). Sekarang tinggal menunggu Corporate Credit Card saja nih tuk di issue org Finance, setelah itu baru bisa book hotel di Houston, baru deh PR tuk persiapan ke Houston-nya selesai.But anyway i shall said;"Alhamdulillah, VISA nya sudah ditangan :-)".
Ternyata itu adalah paket dari US Embassy Surabaya.Isinya adalah passport saya yang sudah ditempeli VISA Amerika disalah satu halaman Visa nya. Alhamdulillah, akhirnya datang juga. Sebenarnya lebih cepat dari yang dijanjikan orang embassy nya sih, karena waktu itu katanya akan dikirim 1 minggu setelah hari interview, ternyata 5 hari setelah hari itu VISA nya sudah nyampe Batam hehehe.Dan VISA nya pun berlaku 5 tahun dari sekarang, lumayan la buat bolak-bolak kesana at least tahun depan di acara yang sama udah gk perlu urus VISA lagi :-). Sekarang tinggal menunggu Corporate Credit Card saja nih tuk di issue org Finance, setelah itu baru bisa book hotel di Houston, baru deh PR tuk persiapan ke Houston-nya selesai.But anyway i shall said;"Alhamdulillah, VISA nya sudah ditangan :-)".
Thursday, May 31, 2012
A story: First Step to US, mengurus Visa ke US Embassy Surabaya
Bulan Juli tahun 2012 ini, tepatnya tanggal 22 Juli sampai 27 Juli, ada acara Leadership week untuk para GRDP Trainee di seluruh plant Cameron yg rencananya akan diselenggarakan di Houston, Texas.Sebagai seorang GRDP trainee sperti saya, ini adalah sebuah kesempatan besar untuk bisa bertemu dengan para trainee lainnya di plant cameron dari negara lain,saling share informasi2 esensial,juga sebuah kesempatan langka untuk bisa menginjakkan kaki di tanah paman Sam.
Namun, untuk bisa menghadiri acara tersebut syarat utama nya harus dipenuhi, yaitu memiliki Visa Amerika. Sebelumnya ada 2 teman kantor yg baru apply juga, yang satu di reject, yang satu di approve...pdhl sama2 dapat undangan dari Cameron Headquarter sana, jadi kepikiran, kenapa bisa di reject ya.Karena penasaran kemudian saya coba2 googling tuk cari informasi dari org2 yg sudah pernah apply sebelumnya dan ternyata rata2 bilang apply visa ke US itu susah2 gampang.Dari sharing tmn2 kantor dan org2 di internet akhirnya saya pun mulai menyiapkan persyaratannya. Adapun persyaratannya yang utama adalah form DS-160 yang sudah diisi secara online, form konfirmasi perjanjian interview yg diarrange setelah melakukan pembayaran di bank2 yang ditunjuk, passport dan surat undangan dari US serta surat rekomendasi dari Local Company tempat kita bekerja. Adapun urutan yang harus dijalani adalah:
Tuk interview, saya memilih untuk dilakukan di Embassy Surabaya karna dari cerita orang2 sebelum saya, Embassy di Jakarta padat sekali.Bisa stress duluan. Saya dapat jadwal interview tanggal 31 Mei 2012. Setelah sehari sebelumnya datang di Surabaya, pagi harinya di tanggal 31 tersebut (syukur bisa bangun pagi), jam setengah 5 saya sudah bangun karena takut kesiangan dan melewatkan jadwal interview penting ini. Walau msh malas2an dikasur, akhirnya dengan setengah dipaksakan di jam 6 saya bisa selesai siap2nya dan kluar dari hotel. Karena takut antrian di Embassy keburu panjang, jatah sarapan gratis di hotel terpaksa di lewatkan, syukur kmrin dibekali kue blackforest hadiah ultah buatan istri tercinta jd bisa sarapan itu dulu di kamar hotel sambil siap2,dan setelah sekitar 20 menit perjalanan naik taxi blue bird dari Hotel Java Paragon tempat saya menginap, akhirnya sampai juga di US embassy yang baru di daerah Citraland, kawasan elit di daerah Surabaya Barat. FYI Embassy ini sebelumnya berada di daerah Dr Soetomo.
Turun dari taxi lansung mendaftar di pos security paling depan, pos nya berada di trotoar di kawasan embassy sayap kiri.Disana baru ada 4 orang didepan saya dan masing2 diminta untuk memperlihatkan KTP, ditanya jadwal interview yang jam berapa, lalu disuruh mengeluarkan semua barang2 elektronik yg dibawa sperti HP dan Kamera, kmudian barang2 tersebut diletakkan di tray dan tray tersebut kita jinjing menuju line antrian di depan pintu masuk pos security.Waktu itu pukul setengah 7 dan ngantri di depan pintu pos itu sekitar 45 menit.Pukul 7.15 antrian disuruh masuk per 4 orang.Saya ada di antrian ke 5 jadi masuk di rombongan kedua.Didalam pos dilakukan screening, smua isi saku dikeluarkan, jam tangan dan ikat pinggang jg disuruh dicopot, untung celana gk hahahaha.Barang2 elektronik kmudian dititipkan dan kita diberi badge visitor. Lewat dari pos tersebut,saya kmudian berjalan sekitar 50 meter menuju pintu ruangan interview, disni disuruh nunggu lagi sekitar 30 menit ampe kantornya mulai beroperasi. Skitar pukul 7.45 baru per 4 orang tadi suruh masuk.Lagi2 saya ikut grup kedua.pas masuk harusnya di screening lagi tapi krn securitynya cm satu screeningnya di skip dan disuruh lnsg duduk sambil nunggu giliran maju ke pos interview. Proses menuju ke pos interviewnya ada dua kali, pertama untuk menyerahkan form2 seperti bukti appointment interview, print out form DS-160 dan passport ke petugasnya dan juga untuk sidik jari.Saat itu juga diminta Surat undangan dari US jadi saya serahkan juga. Setelah itu disuruh duduk kembali dan menunggu giliran dipanggil untuk wawancara.Disini agak lama jg nunggunya, saya baru dipanggil jam 8.30.Dpt panggilan di loket dua, disana sudah ada seorang petugas wanita, asli Burik (Bule Amrik) spertinya, begini kira2 isi conversation nya:
(P=Penanya, S=Saya)
S:Good Morning
P:Good Morning,apa ni tujuan ente brangkat ke US?
S:untuk menghadiri Undangan Leadership Week di Houston dan ikut facility Tour di Oklahoma
P:Berapa lama di US rencananya?
S:Sekitar 2 minggu
P:Kamu posisinya apa?
S:Saya seorang GRDP Trainee
P:Apa itu GRDP?
S:Global Rotational Development Program
P:Berapa orang yang akan berangkat kesana?
S:Kalau dari Indonesia cuma saya, peserta lain temen2 GRDP Trainee dari plant di negara lain
P:Siapa yang akan membiayai kamu selama disana?
S:Perusahaan tempat saya bekerja
P:Saya tidak tau anda bekerja dimana
S:(dalam hati, org blm selesai ngomong ud duluan motong sih tadi) di Cameron
P:Apa?saya kurang dengar
S:Cameron (interviewernya entah budeg entah pronounciation saya yang jelek)
P:How do u spell it?udah saya liat tulisan di baju kamu saja (kebetulan saya pake baju greenbelt Cameron gt)
S: OK, (sambil liatin tulisannya dari lengan kiri baju saya)
P:Pernah ke luar negeri sebelumnya?
S: Pernah, ke Singapura
P:Sudah menikah?
S:Sudah
P:Sudah punya anak?
S:Sudah, saya punya seorang putri
P:OK, Visa kamu diapprove, nanti akan dikirimkan ke kantor mu 1 minggu dari sekarang
S:Thank You
Alhamdulillah, ternyata visanya di approve. Adapun kesimpulan cari proses tersebut adalah sepertinya interview itu dilakukan pihak Amerika untuk mengetahui apakah kita kesana punya tujuan jelas, punya cukup biaya selama hidup disana atau ada yg akan bertanggung jawab membiayai dan ada ikatan sosial ekonomi di indonesia sebagai jaminan pasti kembali ke indonesia dan tidak menetap disana
Gitu deh, kira2 isi interviewnya, jadi syarat2 lain yang saya bawa sperti Ijazah mulai dari SD ampe S1, Buku Nikah, KK, Akte Kelahiran anak, Surat Tanah, Akta Jual Beli Rumah, Rekening Koran pribadi dan Perusahaan, Tiket Pesawat, tidak terpakai hehehe.Semoga info sharing ini bermanfaat bagi yang mau apply visa juga
Amerika, I am Cumming !!!!
Namun, untuk bisa menghadiri acara tersebut syarat utama nya harus dipenuhi, yaitu memiliki Visa Amerika. Sebelumnya ada 2 teman kantor yg baru apply juga, yang satu di reject, yang satu di approve...pdhl sama2 dapat undangan dari Cameron Headquarter sana, jadi kepikiran, kenapa bisa di reject ya.Karena penasaran kemudian saya coba2 googling tuk cari informasi dari org2 yg sudah pernah apply sebelumnya dan ternyata rata2 bilang apply visa ke US itu susah2 gampang.Dari sharing tmn2 kantor dan org2 di internet akhirnya saya pun mulai menyiapkan persyaratannya. Adapun persyaratannya yang utama adalah form DS-160 yang sudah diisi secara online, form konfirmasi perjanjian interview yg diarrange setelah melakukan pembayaran di bank2 yang ditunjuk, passport dan surat undangan dari US serta surat rekomendasi dari Local Company tempat kita bekerja. Adapun urutan yang harus dijalani adalah:
- Mengisi dengan lengkap form DS-160. Isiannya seputar data diri. Siapkan passport, ijazah sekolah, KTP tanggal lahir keluarga krn nantinya isian form tersebut akan membutuhkan informasi dari data2 tsb.Siapkan juga sebuah foto digital ukuran 5x5 dengan background putih. Di bagian kedua pengisian form itu nanti setelah selesai mengisi data2 yang diminta kita akan diminta mengupload foto tadi.Saya membuat sendiri pas fotonya dgn menggunakan camera digital lalu kemudian menyesuaikan ukurannya dengan bantuan cropping tool bawaan situs pengisian form DS-160 tersebut.Nanti akan ada QC checknya, kl fotonya sesuai requirement maka upload foto kita akan diterima (Hemat gk perlu ke studio foto lagi).Nanti setelah selesai semua kita akan diminta memprint form tersebut sebagai bukti pendaftaran online.Akan didapat nomer registrasi yang akan digunakan untuk pembayaran Visa nantinya.Ingat, jika kita sudah upload foto disini, kita tidak perlu lagi cetak foto untuk diserahkan saat hari interview lagi. Mubazirkan, kyk saya udah capek2 nyuci foto taunya gk diminta karna kata org disana foto saya ud diupload.
- Next step, adalah pembayaran Visa, saat itu sejumlah 1.520.000 atau setara 160 USD. Pembayaran hanya bisa dilakukan di tempat yang ditentukan.Informasi banknya bisa diliat di sini. Sebelumnya kita harus registrasi dulu agar bisa mengakses situs tersebut.Saat pembayaran dibutuhkan data nomer registrasi form DS-160 tadi
- Setelah dilakukan pembayaran, sehari sesudahnya kita sudah bisa memilih tanggal dan tempat interview di sini.Tempat yang tersedia yaitu Embassy Jakarta dan Surabaya. Setelah memilih tanggalnya kita akan mendapatkan Appointment Confirmation.Ini harus diprint dan dibawa saat interview beserta halaman konfirmasi DS-160, passport dan bukti pembayaran visa (MRV Fee)
Tuk interview, saya memilih untuk dilakukan di Embassy Surabaya karna dari cerita orang2 sebelum saya, Embassy di Jakarta padat sekali.Bisa stress duluan. Saya dapat jadwal interview tanggal 31 Mei 2012. Setelah sehari sebelumnya datang di Surabaya, pagi harinya di tanggal 31 tersebut (syukur bisa bangun pagi), jam setengah 5 saya sudah bangun karena takut kesiangan dan melewatkan jadwal interview penting ini. Walau msh malas2an dikasur, akhirnya dengan setengah dipaksakan di jam 6 saya bisa selesai siap2nya dan kluar dari hotel. Karena takut antrian di Embassy keburu panjang, jatah sarapan gratis di hotel terpaksa di lewatkan, syukur kmrin dibekali kue blackforest hadiah ultah buatan istri tercinta jd bisa sarapan itu dulu di kamar hotel sambil siap2,dan setelah sekitar 20 menit perjalanan naik taxi blue bird dari Hotel Java Paragon tempat saya menginap, akhirnya sampai juga di US embassy yang baru di daerah Citraland, kawasan elit di daerah Surabaya Barat. FYI Embassy ini sebelumnya berada di daerah Dr Soetomo.
Turun dari taxi lansung mendaftar di pos security paling depan, pos nya berada di trotoar di kawasan embassy sayap kiri.Disana baru ada 4 orang didepan saya dan masing2 diminta untuk memperlihatkan KTP, ditanya jadwal interview yang jam berapa, lalu disuruh mengeluarkan semua barang2 elektronik yg dibawa sperti HP dan Kamera, kmudian barang2 tersebut diletakkan di tray dan tray tersebut kita jinjing menuju line antrian di depan pintu masuk pos security.Waktu itu pukul setengah 7 dan ngantri di depan pintu pos itu sekitar 45 menit.Pukul 7.15 antrian disuruh masuk per 4 orang.Saya ada di antrian ke 5 jadi masuk di rombongan kedua.Didalam pos dilakukan screening, smua isi saku dikeluarkan, jam tangan dan ikat pinggang jg disuruh dicopot, untung celana gk hahahaha.Barang2 elektronik kmudian dititipkan dan kita diberi badge visitor. Lewat dari pos tersebut,saya kmudian berjalan sekitar 50 meter menuju pintu ruangan interview, disni disuruh nunggu lagi sekitar 30 menit ampe kantornya mulai beroperasi. Skitar pukul 7.45 baru per 4 orang tadi suruh masuk.Lagi2 saya ikut grup kedua.pas masuk harusnya di screening lagi tapi krn securitynya cm satu screeningnya di skip dan disuruh lnsg duduk sambil nunggu giliran maju ke pos interview. Proses menuju ke pos interviewnya ada dua kali, pertama untuk menyerahkan form2 seperti bukti appointment interview, print out form DS-160 dan passport ke petugasnya dan juga untuk sidik jari.Saat itu juga diminta Surat undangan dari US jadi saya serahkan juga. Setelah itu disuruh duduk kembali dan menunggu giliran dipanggil untuk wawancara.Disini agak lama jg nunggunya, saya baru dipanggil jam 8.30.Dpt panggilan di loket dua, disana sudah ada seorang petugas wanita, asli Burik (Bule Amrik) spertinya, begini kira2 isi conversation nya:
(P=Penanya, S=Saya)
S:Good Morning
P:Good Morning,apa ni tujuan ente brangkat ke US?
S:untuk menghadiri Undangan Leadership Week di Houston dan ikut facility Tour di Oklahoma
P:Berapa lama di US rencananya?
S:Sekitar 2 minggu
P:Kamu posisinya apa?
S:Saya seorang GRDP Trainee
P:Apa itu GRDP?
S:Global Rotational Development Program
P:Berapa orang yang akan berangkat kesana?
S:Kalau dari Indonesia cuma saya, peserta lain temen2 GRDP Trainee dari plant di negara lain
P:Siapa yang akan membiayai kamu selama disana?
S:Perusahaan tempat saya bekerja
P:Saya tidak tau anda bekerja dimana
S:(dalam hati, org blm selesai ngomong ud duluan motong sih tadi) di Cameron
P:Apa?saya kurang dengar
S:Cameron (interviewernya entah budeg entah pronounciation saya yang jelek)
P:How do u spell it?udah saya liat tulisan di baju kamu saja (kebetulan saya pake baju greenbelt Cameron gt)
S: OK, (sambil liatin tulisannya dari lengan kiri baju saya)
P:Pernah ke luar negeri sebelumnya?
S: Pernah, ke Singapura
P:Sudah menikah?
S:Sudah
P:Sudah punya anak?
S:Sudah, saya punya seorang putri
P:OK, Visa kamu diapprove, nanti akan dikirimkan ke kantor mu 1 minggu dari sekarang
S:Thank You
Alhamdulillah, ternyata visanya di approve. Adapun kesimpulan cari proses tersebut adalah sepertinya interview itu dilakukan pihak Amerika untuk mengetahui apakah kita kesana punya tujuan jelas, punya cukup biaya selama hidup disana atau ada yg akan bertanggung jawab membiayai dan ada ikatan sosial ekonomi di indonesia sebagai jaminan pasti kembali ke indonesia dan tidak menetap disana
Gitu deh, kira2 isi interviewnya, jadi syarat2 lain yang saya bawa sperti Ijazah mulai dari SD ampe S1, Buku Nikah, KK, Akte Kelahiran anak, Surat Tanah, Akta Jual Beli Rumah, Rekening Koran pribadi dan Perusahaan, Tiket Pesawat, tidak terpakai hehehe.Semoga info sharing ini bermanfaat bagi yang mau apply visa juga
Amerika, I am Cumming !!!!
Thursday, January 5, 2012
Mengimbangi Dinamika Pergerakan Perusahaan
Apakah Anda bisa ‘merasakan’ adanya perubahan di perusahaan Anda? Saya sengaja memberi tanda petik (‘) pada kata merasakan untuk menekankan bahwa perubahan yang saya maksud bukanlah dari aspek fisik belaka. Perubahan dalam bentuk penerapan system baru atau kedatangan CEO baru tentu mudah untuk kita ketahui. Tapi tahukah Anda bahwa diperusahaan Anda sedang terjadi perubahan yang terjadi sedemikian halusnya sehingga hanya bisa disadari oleh mereka yang benar-benar bisa merasakannya? Orang yang tidak menyadari adanya perubahan itu sering kaget beberapa tahun kemudian. Lalu mereka mengatakan;”suasana kerja dikantor kita sudah tidak seperti dulu lagi..”. Padahal, perubahan itu tidak terjadi begitu saja. Sebaliknya, orang yang menyadari adanya perubahan itu tidak akan kaget. Karena setiap hari, mereka merasakan dan melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang sedang berlangsung. Mereka yang tidak sadar, sering merasa dipaksa untuk menerima perubahan. Sedang mereka yang merasakannya sudah terbiasa mengikuti iramanya. Jika Anda boleh memilih, Anda ingin menjadi kelompok yang mana?
Saat sedang menunggu untuk boarding saya paling suka melihat pesawat terbang yang hendak take off dilandasan pacu. Setiap kali pesawat itu melintas, saya bisa merasakan betapa tingginya kecepatan gerak pesawat itu sehingga hanya dalam hitungan detik dia sudah menghilang dibalik awan. Anehnya, ketika saya berada didalam pesawat, saya tidak merasakan jika dia bergerak dengan kecepatan yang sedemikian tingginya. Mengapa ya? Oh, karena sekarang saya sudah menjadi bagian yang menyatu dengan tubuh pesawat itu. Ketika saya berada di luar pesawat, saya hanya menjadi penonton yang ‘menyaksikan’ pesawat terbang yang sedang bergerak sedemikian cepatnya. Sedangkan ketika berada dalam pesawat itu, saya adalah entitas yang bergerak sama cepatnya dengan pesawat itu. Seandainya saya berada di luar pesawat, lalu tubuh saya diikat ke pesawat. Tentu tubuh saya bisa hancur jika harus terbang mengikuti arah geraknya pesawat. Untuk bisa mengimbangi kecepatan pergerakan di perusahaan, kita pun harus benar-benar menjadi bagian yang menyatu dengan perusahaan itu. Jika tidak, kita akan sangat tersiksa mengikutinya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar mengimbangi dinamika pergerakan perusahaan, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:
1. Kapasitas diri yang terdayagunakan. Teman saya yang lulusan perguruan tinggi beken memiliki potensi tinggi. Dia bekerja di perusahaan biasa-biasa saja. Aktivitas kerjanya boleh dibilang santai-santai saja. Bahkan masih sempat membaca koran gossip atau bermain catur di jam kerja. Gajinya ‘cukup’ untuk kehidupan keluarganya. Pergi dan pulang kantor dengan ‘nyaman’ karena toh semua orang dikantornya juga begitu. Santai saja. Dia menyukai kenyamanan itu. Namun dalam hati dia sering bertanya; “Apa yang sudah saya capai dalam 10 tahun terakhir?” Pertanyaan itu semakin menjadi-jadi ketika teman saya itu bertemu dengan teman sekelas waktu kuliah dulu. Orangnya tidak lebih pintar dari dirinya. Bahkan, boleh dibilang ‘tidak ada apa-apanya’. Tapi, mengapa dia bisa lebih sukses dari dirinya? Setidaknya, itulah yang tercermin dalam pencapaian fisik dan karirnya. Orang ini pergi pada saat hari masih gelap. Dan pulang juga setelah matahari terbenam. Teman saya bertanya; “ngapain sih elu kerja banting tulang seperti itu?” Sebuah jawaban meluncur darinya; “Gua nggak banting tulang. Gua sedang mendayagunakan semua kemampuan yang gua miliki.” Teman saya tertegun. Lalu dalam hatinya dia berbisik;”sudah sejauh mana saya mendayagunakan kapasitas diri yang saya miliki….?”
2. Konsekuensi bekerja di perusahaan bagus. Teman saya yang lain bekerja di perusahaan dengan reputasi tinggi. Kebanyakan temannya adalah mereka yang memiliki kinerja tinggi, ambisius dan mempunyai standar kerja yang tinggi. Tuntutan perusahaan pun sangat tinggi. Kenaikan target kinerja, tuntutan terhadap kualitas kerja, penerapan kedisiplinan, tegangan tinggi dalam komunikasi dengan berbagai pihak, dan macam-macam hal lainnya. Kebahagiaan karena diterima diperusahaan itu segera diliputi oleh pemandangan yang boleh dibilang ‘mengerikan’. Tiba-tiba saja dia melihat dirinya begitu kecil diantara para raksasa yang berseliweran. Teman saya ini segera menarik nafas panjang. Lalu berusaha untuk menenangkan dirinya. “Hey, bukankah kamu sendiri yang ingin bekerja di perusahaan bagus ini?” begitu dia katakan kepada dirinya sendiri. Kenyataannya, tidak ada perusahaan bagus yang berkompromi dengan kualitas dan pencapaian. Mereka semua keras pada kedisiplinan dan komitmen. “Maka, disinilah kamu sekarang!” teguran keras itu kembali membentur kalbunya. “Kamu bisa menghadapi semuanya, atau kamu pergi saja dari sini untuk mencari perusahaan yang kamu kira bisa membuat dirimu bekerja dengan gampang…..” Teman saya itu lalu menyadari bahwa semua hal yang saat ini dihadapinya dikantor, adalah konsekuensi atas pilihannya sendiri untuk bekerja di perusahaan bagus. Maka untuk bisa bertahan di tempat yang bagus, pilihannya hanya satu. Yaitu; menjadi karyawan yang juga berkinerja bagus.
3. Generasi baru dengan kualifikasi baru. Sekarang teman saya sudah bekerja sekitar 10 tahun. Sejauh ini, dia sudah meraih pencapaian yang memuaskan. Bahkan beberapa kali mendapatkan penghargaan sebagai karyawan terbaik. Dia sudah merasa nyaman dengan iramanya. Bahkan, dia tidak bisa membayangkan bagaimana seandainya dia bekerja di perusahaan ecek-ecek. Bukannya bahagia, malah batinnya mungkin akan menjadi tersiksa. Namun, ada satu hal yang akhir-akhir ini sangat mengganggu dirinya. Perusahaan mulai rajin merekrut orang-orang baru. Perasaan gundah mulai mengusik hatinya. Ada orang yang baru masuk dengan standard pendidikan yang tinggi. Ada yang berpengalaman dari perusahaan yang lebih besar. Ada yang sangat akrab dengan atasannya. Ada juga yang membawa keahliannya untuk membangun dan menerapkan system yang baru. Sekarang, jantungnya mulai sering berdebar-debar. Beberapa teman seangkatannya, mulai mengundurkan dengan alasannya sendiri-sendiri. “What will happen to me?” bisiknya. Lalu dia merenung dengan kesungguhan. “It is not about what will happen to you,” begitu ia mendengar suara dari dalam dirinya. “It is about how you want it happen to you.” Setelah merenung itu, dia menemukan bahwa semuanya itu terserah dirinya. Kehadiran orang baru adalah fitrah yang tidak bisa dihindari. Dirinyalah yang menentukan, apakah keadaan itu bisa menjadikan dirinya lebih baik, atau sebaliknya. Dan dia memilih untuk menjadikan keadaan itu sebagai pemacu kinerjanya. Sekarang, dia tidak lagi mengkhawatirkan kehadiran orang-orang baru yang membawa kualifikasi baru.
4. Lingkungan kerja kita terus berubah. Sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, dunia bisnis sudah berubah banyak. Krisis susulan tahun 2008 meluluhlantakkan struktur keuangan dunia sehingga bahkan perusahaan besar yang terbukti tangguh selama ratusan tahunpun bisa bangkrut dalam sekejap. Kabar baiknya, teman saya ini masih mempunyai pekerjaan dengan imbalan yang bagus di perusahaan yang besar pula. Kabar buruknya, krisis ekonomi dunia tidak benar-benar berakhir. Eropa dan Amerika, semakin ketar-ketir dengan perkembangan kondisi ekonomi mereka yang compang camping. Dan itu kemungkinan besar akan berimbas kepada keseluruhan kondisi perekonomian dunia. Akankah krisis berikutnya menyusul? Mungkin. Tetapi, jikapun itu terjadi; tak satupun perusahaan yang ingin menjadi korban. Oleh karenanya, setiap perusahaan yang ingin panjang umur tidak bisa lagi menerapkan prinsip business as usual. Karena menjalankan cara berbisnis seperti yang selama ini mereka lakukan hanya akan menempatkan mereka pada posisi yang sangat rentan. Teman saya, merasakan betul dampaknya terhadap kebijakan perusahaan. Teman-temannya pun merasakan hal yang sama. Lalu mereka bernostalgia; “perusahaan kita tidak senyaman dulu lagi ya…?” Suatu sore, dia mendapatkan email antah berantah yang subjeknya didahului dengan kata ‘Artikel’. Iseng-iseng dia membuka dan membaca email itu. Hatinya tersentak ketika dia membaca satu kalimat “Lingkungan kerja kita terus berubah.” Seolah baru bangun dari tidur, dia mulai sadar. Iya ya, lingkungan kerja kita terus berubah. Betapa bodohnya saya yang menuntut keadaan untuk tetap sama seperti dulu. Sekarang, teman saya menemukan bahwa; dirinya, harus turut berubah.
5. Terus berkembang atau ikut tergusur. Teman saya memiliki tetangga yang sudah pensiun. Tidak disangka, ternyata beliau adalah pensiunan pejabat dari sebuah group perusahaan raksasa yang sangat bergengsi. ‘Tidak disangka’ karena keadaannya sekarang sungguh sangat kontras dengan kehidupan seorang pejabat perusahaan swasta. Beliau senang sekali kalau bercerita tentang mantan anak buahnya yang sekarang sudah pada sukses di perusahaan itu. Namun, wajahnya agak berubah setiap kali bercerita tentang bagaimana keputusan untuk pensiun dini diambilnya beberapa tahun lalu. Sebagai karyawan kunci, tidak diragukan peran penting beliau. Sampai tiba saatnya perusahaan menerapkan system kerja yang baru dengan teknologi yang jauh lebih canggih. “Saya sudah nyaman dengan cara kerja yang lama. Toh hasilnya juga bagus-bagus saja. Biar ajalah, orang-orang muda saja yang menjalankan teknologi baru,” kilahnya. Dan ketika teknologi baru itu diterapkan sepenuhnya, tidak ada lagi tempat untuk mereka yang tidak bersedia mempelajari dan menyesuaikan diri dengannya. Teman saya tercenung mendengar ceritanya. Dia tahu bahwa perkembangan itu terjadi disemua perusahaan yang ingin bertahan. Apalagi perusahaan yang bagus dan ambisius. Dia kembali membayangkan masa depannya. Sambil sesekali melihat kehidupan mantan pejabat perusahaan swasta beken itu. Teman saya berkata kepada dirinya sendiri;”Aku ingin masa depan yang lebih baik.” Lalu dia menyadari bahwa untuk bisa mewujudkan itu, dia harus terus berkembang. Kalau tidak, dia hanya akan menjadi karyawan udzur, yang bisa kapan saja tergudzur.
Perusahaan tempat kita bekerja tidak ubahnya seperti sebuah pesawat terbang. Orang diluar mengatakan jika pesawat kita bergerak sedemikian cepatnya. Tetapi Anda, nyaman saja berada didalamnya. Itu karena Anda bergerak ‘sama cepatnya’ dengan pergerakan pesawat. Dalam konteks pekerjaan, itu berarti kesediaan kita untuk menyesuaikan diri kearah perubahan yang sedang berlangsung di perusahaan. Belajarlah untuk lebih peka pada dinamika yang terjadi di perusahaan Anda. Cepat atau lambat, Anda akan terampil untuk merasakan sekecil apapun perubahan yang terjadi didalamnya. Dengan begitu, Anda bisa berubah sedikit demi sedikit seirama dengan perubahan itu. Sepuluh tahun lagi pun Anda akan tetap menikmati proses itu. Ketika orang lain pusing dengan ‘perubahan’ yang terjadi dalam ’10 tahun terakhir’, Anda menilainya sebagai sebuah pertumbuhan alami yang terjadi sehari-hari. Jadi, jika ingin nikmat saat menjalani perubahan di perusahaan, maka Anda harus belajar untuk merasakannya. Lalu menyesuaikan diri sejalan dengan perubahan, dan dinamika yang Anda rasakan.
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 1 November 2011
Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” (Tahap editing di penerbit)
Catatan Kaki:
Perubahan di perusahaan hanya akan bisa dinikmati oleh orang-orang yang bersedia untuk secara utuh menyesuaikan dirinya dengan perusahaan. Mereka yang setengah-setengah? Hanya akan menjadikan dirinya terseret arus perubahan itu.
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
Saat sedang menunggu untuk boarding saya paling suka melihat pesawat terbang yang hendak take off dilandasan pacu. Setiap kali pesawat itu melintas, saya bisa merasakan betapa tingginya kecepatan gerak pesawat itu sehingga hanya dalam hitungan detik dia sudah menghilang dibalik awan. Anehnya, ketika saya berada didalam pesawat, saya tidak merasakan jika dia bergerak dengan kecepatan yang sedemikian tingginya. Mengapa ya? Oh, karena sekarang saya sudah menjadi bagian yang menyatu dengan tubuh pesawat itu. Ketika saya berada di luar pesawat, saya hanya menjadi penonton yang ‘menyaksikan’ pesawat terbang yang sedang bergerak sedemikian cepatnya. Sedangkan ketika berada dalam pesawat itu, saya adalah entitas yang bergerak sama cepatnya dengan pesawat itu. Seandainya saya berada di luar pesawat, lalu tubuh saya diikat ke pesawat. Tentu tubuh saya bisa hancur jika harus terbang mengikuti arah geraknya pesawat. Untuk bisa mengimbangi kecepatan pergerakan di perusahaan, kita pun harus benar-benar menjadi bagian yang menyatu dengan perusahaan itu. Jika tidak, kita akan sangat tersiksa mengikutinya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar mengimbangi dinamika pergerakan perusahaan, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:
1. Kapasitas diri yang terdayagunakan. Teman saya yang lulusan perguruan tinggi beken memiliki potensi tinggi. Dia bekerja di perusahaan biasa-biasa saja. Aktivitas kerjanya boleh dibilang santai-santai saja. Bahkan masih sempat membaca koran gossip atau bermain catur di jam kerja. Gajinya ‘cukup’ untuk kehidupan keluarganya. Pergi dan pulang kantor dengan ‘nyaman’ karena toh semua orang dikantornya juga begitu. Santai saja. Dia menyukai kenyamanan itu. Namun dalam hati dia sering bertanya; “Apa yang sudah saya capai dalam 10 tahun terakhir?” Pertanyaan itu semakin menjadi-jadi ketika teman saya itu bertemu dengan teman sekelas waktu kuliah dulu. Orangnya tidak lebih pintar dari dirinya. Bahkan, boleh dibilang ‘tidak ada apa-apanya’. Tapi, mengapa dia bisa lebih sukses dari dirinya? Setidaknya, itulah yang tercermin dalam pencapaian fisik dan karirnya. Orang ini pergi pada saat hari masih gelap. Dan pulang juga setelah matahari terbenam. Teman saya bertanya; “ngapain sih elu kerja banting tulang seperti itu?” Sebuah jawaban meluncur darinya; “Gua nggak banting tulang. Gua sedang mendayagunakan semua kemampuan yang gua miliki.” Teman saya tertegun. Lalu dalam hatinya dia berbisik;”sudah sejauh mana saya mendayagunakan kapasitas diri yang saya miliki….?”
2. Konsekuensi bekerja di perusahaan bagus. Teman saya yang lain bekerja di perusahaan dengan reputasi tinggi. Kebanyakan temannya adalah mereka yang memiliki kinerja tinggi, ambisius dan mempunyai standar kerja yang tinggi. Tuntutan perusahaan pun sangat tinggi. Kenaikan target kinerja, tuntutan terhadap kualitas kerja, penerapan kedisiplinan, tegangan tinggi dalam komunikasi dengan berbagai pihak, dan macam-macam hal lainnya. Kebahagiaan karena diterima diperusahaan itu segera diliputi oleh pemandangan yang boleh dibilang ‘mengerikan’. Tiba-tiba saja dia melihat dirinya begitu kecil diantara para raksasa yang berseliweran. Teman saya ini segera menarik nafas panjang. Lalu berusaha untuk menenangkan dirinya. “Hey, bukankah kamu sendiri yang ingin bekerja di perusahaan bagus ini?” begitu dia katakan kepada dirinya sendiri. Kenyataannya, tidak ada perusahaan bagus yang berkompromi dengan kualitas dan pencapaian. Mereka semua keras pada kedisiplinan dan komitmen. “Maka, disinilah kamu sekarang!” teguran keras itu kembali membentur kalbunya. “Kamu bisa menghadapi semuanya, atau kamu pergi saja dari sini untuk mencari perusahaan yang kamu kira bisa membuat dirimu bekerja dengan gampang…..” Teman saya itu lalu menyadari bahwa semua hal yang saat ini dihadapinya dikantor, adalah konsekuensi atas pilihannya sendiri untuk bekerja di perusahaan bagus. Maka untuk bisa bertahan di tempat yang bagus, pilihannya hanya satu. Yaitu; menjadi karyawan yang juga berkinerja bagus.
3. Generasi baru dengan kualifikasi baru. Sekarang teman saya sudah bekerja sekitar 10 tahun. Sejauh ini, dia sudah meraih pencapaian yang memuaskan. Bahkan beberapa kali mendapatkan penghargaan sebagai karyawan terbaik. Dia sudah merasa nyaman dengan iramanya. Bahkan, dia tidak bisa membayangkan bagaimana seandainya dia bekerja di perusahaan ecek-ecek. Bukannya bahagia, malah batinnya mungkin akan menjadi tersiksa. Namun, ada satu hal yang akhir-akhir ini sangat mengganggu dirinya. Perusahaan mulai rajin merekrut orang-orang baru. Perasaan gundah mulai mengusik hatinya. Ada orang yang baru masuk dengan standard pendidikan yang tinggi. Ada yang berpengalaman dari perusahaan yang lebih besar. Ada yang sangat akrab dengan atasannya. Ada juga yang membawa keahliannya untuk membangun dan menerapkan system yang baru. Sekarang, jantungnya mulai sering berdebar-debar. Beberapa teman seangkatannya, mulai mengundurkan dengan alasannya sendiri-sendiri. “What will happen to me?” bisiknya. Lalu dia merenung dengan kesungguhan. “It is not about what will happen to you,” begitu ia mendengar suara dari dalam dirinya. “It is about how you want it happen to you.” Setelah merenung itu, dia menemukan bahwa semuanya itu terserah dirinya. Kehadiran orang baru adalah fitrah yang tidak bisa dihindari. Dirinyalah yang menentukan, apakah keadaan itu bisa menjadikan dirinya lebih baik, atau sebaliknya. Dan dia memilih untuk menjadikan keadaan itu sebagai pemacu kinerjanya. Sekarang, dia tidak lagi mengkhawatirkan kehadiran orang-orang baru yang membawa kualifikasi baru.
4. Lingkungan kerja kita terus berubah. Sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, dunia bisnis sudah berubah banyak. Krisis susulan tahun 2008 meluluhlantakkan struktur keuangan dunia sehingga bahkan perusahaan besar yang terbukti tangguh selama ratusan tahunpun bisa bangkrut dalam sekejap. Kabar baiknya, teman saya ini masih mempunyai pekerjaan dengan imbalan yang bagus di perusahaan yang besar pula. Kabar buruknya, krisis ekonomi dunia tidak benar-benar berakhir. Eropa dan Amerika, semakin ketar-ketir dengan perkembangan kondisi ekonomi mereka yang compang camping. Dan itu kemungkinan besar akan berimbas kepada keseluruhan kondisi perekonomian dunia. Akankah krisis berikutnya menyusul? Mungkin. Tetapi, jikapun itu terjadi; tak satupun perusahaan yang ingin menjadi korban. Oleh karenanya, setiap perusahaan yang ingin panjang umur tidak bisa lagi menerapkan prinsip business as usual. Karena menjalankan cara berbisnis seperti yang selama ini mereka lakukan hanya akan menempatkan mereka pada posisi yang sangat rentan. Teman saya, merasakan betul dampaknya terhadap kebijakan perusahaan. Teman-temannya pun merasakan hal yang sama. Lalu mereka bernostalgia; “perusahaan kita tidak senyaman dulu lagi ya…?” Suatu sore, dia mendapatkan email antah berantah yang subjeknya didahului dengan kata ‘Artikel’. Iseng-iseng dia membuka dan membaca email itu. Hatinya tersentak ketika dia membaca satu kalimat “Lingkungan kerja kita terus berubah.” Seolah baru bangun dari tidur, dia mulai sadar. Iya ya, lingkungan kerja kita terus berubah. Betapa bodohnya saya yang menuntut keadaan untuk tetap sama seperti dulu. Sekarang, teman saya menemukan bahwa; dirinya, harus turut berubah.
5. Terus berkembang atau ikut tergusur. Teman saya memiliki tetangga yang sudah pensiun. Tidak disangka, ternyata beliau adalah pensiunan pejabat dari sebuah group perusahaan raksasa yang sangat bergengsi. ‘Tidak disangka’ karena keadaannya sekarang sungguh sangat kontras dengan kehidupan seorang pejabat perusahaan swasta. Beliau senang sekali kalau bercerita tentang mantan anak buahnya yang sekarang sudah pada sukses di perusahaan itu. Namun, wajahnya agak berubah setiap kali bercerita tentang bagaimana keputusan untuk pensiun dini diambilnya beberapa tahun lalu. Sebagai karyawan kunci, tidak diragukan peran penting beliau. Sampai tiba saatnya perusahaan menerapkan system kerja yang baru dengan teknologi yang jauh lebih canggih. “Saya sudah nyaman dengan cara kerja yang lama. Toh hasilnya juga bagus-bagus saja. Biar ajalah, orang-orang muda saja yang menjalankan teknologi baru,” kilahnya. Dan ketika teknologi baru itu diterapkan sepenuhnya, tidak ada lagi tempat untuk mereka yang tidak bersedia mempelajari dan menyesuaikan diri dengannya. Teman saya tercenung mendengar ceritanya. Dia tahu bahwa perkembangan itu terjadi disemua perusahaan yang ingin bertahan. Apalagi perusahaan yang bagus dan ambisius. Dia kembali membayangkan masa depannya. Sambil sesekali melihat kehidupan mantan pejabat perusahaan swasta beken itu. Teman saya berkata kepada dirinya sendiri;”Aku ingin masa depan yang lebih baik.” Lalu dia menyadari bahwa untuk bisa mewujudkan itu, dia harus terus berkembang. Kalau tidak, dia hanya akan menjadi karyawan udzur, yang bisa kapan saja tergudzur.
Perusahaan tempat kita bekerja tidak ubahnya seperti sebuah pesawat terbang. Orang diluar mengatakan jika pesawat kita bergerak sedemikian cepatnya. Tetapi Anda, nyaman saja berada didalamnya. Itu karena Anda bergerak ‘sama cepatnya’ dengan pergerakan pesawat. Dalam konteks pekerjaan, itu berarti kesediaan kita untuk menyesuaikan diri kearah perubahan yang sedang berlangsung di perusahaan. Belajarlah untuk lebih peka pada dinamika yang terjadi di perusahaan Anda. Cepat atau lambat, Anda akan terampil untuk merasakan sekecil apapun perubahan yang terjadi didalamnya. Dengan begitu, Anda bisa berubah sedikit demi sedikit seirama dengan perubahan itu. Sepuluh tahun lagi pun Anda akan tetap menikmati proses itu. Ketika orang lain pusing dengan ‘perubahan’ yang terjadi dalam ’10 tahun terakhir’, Anda menilainya sebagai sebuah pertumbuhan alami yang terjadi sehari-hari. Jadi, jika ingin nikmat saat menjalani perubahan di perusahaan, maka Anda harus belajar untuk merasakannya. Lalu menyesuaikan diri sejalan dengan perubahan, dan dinamika yang Anda rasakan.
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 1 November 2011
Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” (Tahap editing di penerbit)
Catatan Kaki:
Perubahan di perusahaan hanya akan bisa dinikmati oleh orang-orang yang bersedia untuk secara utuh menyesuaikan dirinya dengan perusahaan. Mereka yang setengah-setengah? Hanya akan menjadikan dirinya terseret arus perubahan itu.
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
Wednesday, January 4, 2012
Jejak Sepatu Di Karpet
Sebuah kisah nyata…
Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki.Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan dan kerapihan rumah dapat ditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih, bersih dan teratur dan suami serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu.
Cuma ada satu masalah, ibu yang pembersih ini sangat tidak suka kalau karpet di rumahnya kotor.
Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi dan menyiksanya.
Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog bernama Virginia Satir, dan menceritakan masalahnya. Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, Virginia Satir tersenyum dan berkata kepada sang ibu :
“Ibu harap tutup Mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan” Ibu itu kemudian menutup matanya.
“Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?”
Sambil tetap menutup Mata, senyum ibu itu merekah, mukanya yang murung berubah cerah. ia tampak senang dengan bayangan yang dilihatnya.
Virginia Satir melanjutkan; “Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu. Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka. Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu kasihi”.
Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang, napasnya mengandung isak. Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya.
“Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu dan kotoran disana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu”.
Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tersebut.
“Sekarang bukalah Mata ibu” Ibu itu membuka matanya “Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?”
Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
“Aku tahu maksud anda” ujar sang ibu, “Jika Kita melihat dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif”.
Sejak saat itu, sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal karpetnya yang kotor, karena setiap melihat jejak sepatu di sana, ia tahu, keluarga yang dikasihinya ada di rumah.
Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog terkenal yang mengilhami Richard Binder dan John Adler untuk menciptakan NLP (Neurolinguistic Programming). Teknik yang dipakainya di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana Kita ‘membingkai ulang’ sudut pandang Kita, sehingga sesuatu yang tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu caranya dengan mengubah sudut pandangnya.
Terlampir beberapa contoh pengubahan sudut pandang : Saya BERSYUKUR;
1.Untuk istri yang mengatakan malam ini Kita hanya makan mie instan, karena itu artinya ia bersamaku bukan dengan orang lain.
2.Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton TV, karena itu artinya ia berada di rumah dan bukan di bar, kafe, atau di tempat mesum.
3.Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal, karena itu artinya mereka di rumah dan tidak jadi anak jalanan.
4.Untuk Tagihan Pajak yang cukup besar, karena itu artinya saya bekerja dan digaji tinggi.
5.Untuk sampah dan kotoran bekas pesta yang harus saya bersihkan, karena itu artinya keluarga kami dikelilingi banyak teman.
6.Untuk pakaian yang mulai kesempitan, karena itu artinya saya cukup makan.
7.Untuk rasa lelah, capai dan penat di penghujung Hari, karena itu artinya saya masih mampu bekerja keras.
8.Untuk semua kritik yang saya dengar tentang pemerintah, karena itu artinya masih ada kebebasan berpendapat.
9.Untuk bunyi alarm keras jam 5 pagi yang membangunkan saya, karena itu artinya saya masih bisa terbangun, masih hidup.
10.Untuk setiap permasalahan hidup yang saya hadapi, karena itu artinya Tuhan sedang membentuk dan menempa saya untuk menjadi.
Labels:
Renungan
Subscribe to:
Posts (Atom)