Sebuah tulisan dari seorang Headhunter bernama Milka Santoso.
Saya pernah salah rekrut....
Oleh sebab itulah saya tahu apa yang tidak boleh saya lakukan (lagi)
Before I Move My Cheese, saya sempat bekerja di bagian Recruitment di beberapa perusahaan. Kalimat “Setiap Recruiter pasti pernah salah recruit” adalah salah satu kalimat candaan saya, dengan orang-orang yang saya rekrut, ketika mereka sudah join di perusahaan kami.
Walaupun bercanda, tapi kata-kata itu benar lho: Setiap Recruiter pasti pernah salah rekrut, termasuk saya, namun justru karena pernah salah itulah saya jadi tahu, apa yang tidak boleh saya lakukan lagi. Seperti pepatah mengatakan : Pengalaman adalah guru terbaik !
Jangan pernah mengambil keputusan untuk merekrut dalam keadaan panik. Dikejar-kejar User? Anggaplah itu sebuah Speed Booster untuk Anda dan tim Anda dapat bekerja lebih cepat lagi. Tapi jangan pernah panik dengan adanya tekanan dari user, dari atasan atau dari siapapun. Ketika tekanan datang, Anda harus menguatkan hati Anda untuk mengATASinya, bukan membiarkan diri Anda berada diBAWAHnya.
Dan hari ini izinkanlah saya untuk berbagi pengalaman saya kepada Great People (Especially Great Recruiter) di ujung sana 😊
Siap?
1. Never Recruit in Panic Mode
Sebelum mengambil keputusan untuk merekrut atau merekomendasikan seseorang, pikirkan kembali baik-baik, apakah ini benar-benar orang yang tepat untuk organisasi Anda. Jangan karena panik, Anda rekrut siapapun yang ada. Waktu saya bekerja di sebuah perusahaan Logistik, saya tahu, keterlambatan saya merekrut satu Driver berarti potensi Opportunity Loss perusahaan sebesar sekian juta perhari, namun saya juga tahu salah rekrut satu driver, berarti potensi Opportunity loss sekian Milyar bagi perusahaan.
Belum lagi kalau karena kita rekrut ‘seadanya’, user tidak puas, dan kandidat yang sudah join tiba-tiba diminta untuk diberhentikan dalam hitungan minggu, bahkan hitungan hari. Jangan pernah selesaikan masalah, dengan membuat masalah baru!
2. Jangan merekrut atas dasar kasihan
“Kasihan dia sudah lama nganggur”, “Kasihan dia lagi butuh banyak biaya”, “Kasihan anaknya sedang sakit” dan seterusnya.....
Saya setuju, setiap orang bisa belajar, tapi tidak semua hal bisa dipelajari oleh semua orang, Anda perlu jeli melihat apakah skill yang dibutuhkan dapat dipelajari oleh orang itu? Lalu belajar pasti butuh waktu. Apakah situasi organisasi Anda, memungkinkan untuk memberikan orang itu waktu untuk belajar? Jika tidak, Anda harus katakan tidak kepada orang itu.
Dear Great People, jika Anda tergerak untuk menolong, tolonglah, tapi tidak berarti mengorbankan profesionalisme Anda. Jika memang requirementnya sesuai, dan kandidat itu bisa melakukan pekerjaan yang diharapkan perusahaan, silahkan Anda rekrut, tapi jika hanya karena kasihan, lalu Anda merekrut orang yang tidak tepat untuk organisasi Anda, Anda sedang menyiapkan suatu masalah di masa depan.
Rezeki itu sudah ada yang mengaturnya, bisa melalui Anda dan perusahaan Anda, tapi bisa juga tidak. Siapa tahu dengan tidak diterimanya dia di perusahaan Anda, dia malah mendapatkan rezeki yang lebih besar? Tuhan itu maha adil bukan?
Dan yang lebih penting lagi, jangan sampai karena kasihan, Anda lalai memperhatikan sifat dan karakter orang itu. Jangan karena kasihan, Anda menganggap semua orang yang Anda kasihani itu baik. Tidak, tidak semua orang yang hidupnya menderita adalah orang baik, Anda harus ingat itu. Dan tidak semua dari mereka yang masuk penderitaan karena kesalahannya sendiri, sudah belajar dari kesalahannya itu. Jika seseorang sedang mengalami ujian untuk belajar dari kesalahannya, terkadang kita harus menahan diri, untuk tidak mengganggu ‘proses pembentukan’ yang sedang dialaminya.
3. Jangan terpengaruh dengan status kandidat referensi
Beberapa tahun yang lalu, ketika saya join di sebuah perusahaan, anggota tim saya, yang sudah lama masuk lebih dulu, mengeluh : “Disini orang masuk perusahaan seperti turun dari langit mbak, tiba-tiba muncul, kita HR tinggal nyatet aja, kebanyakan referensi dari Pak Direktur”
Reference is one of the Best Source, especially when you’re working in B2B Company. Jika Anda bekerja di perusahaan yang sudah wellknown, akan cukup mudah mendapatkan lamaran-lamaran yang dibutuhkan. Namun ketika Anda bekerja di perusahaan yang ‘tidak terkenal’ apalagi dengan budget recruitment yang minim 🤠, Referensi dapat menjadi salah satu sumber lamaran terbaik Anda.
Saya demikian, saya menganggap referensi adalah salah satu sarana sourcing terbaik saya. Jadi jika ada opening position, saya biasa bertanya kepada beberapa orang internal, apakah ada teman, ex kolega di tempat lama, yang bisa memenuhi opening position tersebut. Tidak jarang juga saya mendapatkan beberapa ‘titipan CV’ untuk di proses meskipun opening positionnya belum ada 😬
Sikap saya terhadap kandidat referensi adalah : (sama seperti terhadap kandidat-kandidat yang lain) Saya membutuhkan mereka, tapi bukan berarti mereka boleh begitu saja tidak mengikuti prosedur.
Waktu berlalu -tidak instan memang- tapi akhirnya Bapak direktur itu sendiri yang kemudian mengultimatumkan, tidak boleh ada yang masuk ke perusahaan jika belum ketemu sama Milka, atau timnya! Bagi saya...... itulah Pencapaian! 💪💪💪
Hal yang seperti itu, saya rasa pasti pernah terjadi di hampir semua perusahaan lokal, tapi jika hampir semua karyawan cara masuknya seperti itu, saya rasa tidak perlu ada bagian recruitment hehehe.
Usut punya usut, ternyata Pak Direktur kesel karena Recruitment dianggap lama, gak respon, gak ada progressnya. Jadi tahap demi tahap saya mulai bangun kepercayaannya beliau. Tidak mudah, karena level saya dengan beliau sangat jauh saat itu (I was not even a Recruitment Manager), tapi saya ambil keputusan untuk ambil resiko dimarahin sama beliau: saya meminta setiap orang yang direferensikan beliau juga ikut proses seleksi, untuk posisi tertentu tetap ikut Psikotes, ikut Interview HR. Kemudian Saya mengajarkan kepada tim saya, jadilah recruiter yang apa adanya, bukan ada apanya. Katakan ya diatas ya, tidak diatas tidak, kalau memang kandidatnya gak capable, katakanlah gak capable, meskipun yang mereferensikannya adalah seorang Direktur.
Dear Great Recruiter, saya serius menyarankan Anda, untuk menyatakan apa adanya hasil seleksi kandidat referensi, siapapun yang merekomendasikannya, soal nanti mereka tetap di hire, itu urusan belakangan (kita harus akui, kadang-kadang ‘kekuasaan’ kita tidak sampai disitu). Tapi apa yang masih ada di dalam ‘kekuasaan’ Anda, Anda harus mengendalikannya dengan penuh tanggung jawab. Jangan takut untuk berkata benar, kepada siapapun, biarpun itu rasanya mungkin menyakitkan
4. Proven Perform Experience itu penting, tapi bukan segala-galanya.
Dalam tahap sourcing, Job Ads, sortir lamaran, salah satu alat saring utama saya adalah Proven Perform Experience di Posisi yang relevan, di industri terkait. Tapi ketika memasuki tahap interview, yang lebih saya perhatikan adalah kecocokan kandidat tersebut dengan culture dan business plan perusahaan saya.
Mereka yang perform di perusahaan kompetitor kita, bisa jadi tidak akan bisa perform di perusahaan kita. Kenapa? Karena kondisinya berbeda, sistem nya tidak sama, culturenya lain. Kita harus memastikan kandidat kita bukan cuma memiliki proven perform experience tapi juga Culture Fit. Jika ia biasa bekerja di perusahaan multinational, dimana semua sudah tersistem, terstruktur, terbangun dengan baik, jangan harap ia bisa perform dengan cepat di perusahaan kita yang masih serba manual. Okelah kalau memang orang ini di rekrut untuk membangun sistem, tapi saya perlu ingatkan bahwa membangun sistem itu perlu waktu dan kesabaran, ia bisa saja sudah punya skill dan knowledgenya, tapi apakah ia memiliki passion dan kesabaran untuk memastikan sistem yang dibangun itu terimplementasikan? Ingat, membangun sistem itu bukan sekedar membuat blue print, rantai proses dan prosedur, jauh lebih dalam: membangun sistem itu berarti mengubah habit, mengubah kebiasaan orang-orang yang terlibat dalam proses. Belum lagi apakah management sudah siap untuk investasinya? Investasi uang, waktu, tenaga, pemikiran dan tentu saja komitmen untuk melakukannya sampai selesai.
Contoh mengenai kandidat untuk membangun sistem diatas, adalah suatu contoh yang menggambarkan, bahwa tidak cukup kita melihat hanya dari Proven Perform Experience kandidat kita. Kita juga perlu melihat kondisi dan rencana perusahaan kita. Apakah kandidat kita ini, cocok untuk keadaan perusahaan kita sekarang, dan rencana perusahaan kita ke depan?
5. Kita tidak selalu bisa memberikan kandidat yang sempurna tapi kita selalu bisa memberikan kandidat yang terbaik
Ingat ada batas waktu pemenuhan kandidat yang harus kita penuhi. Jangan karena tidak puas terus dengan kandidat yang Anda, akhirnya Anda tidak mendapatkan siapa-siapa.
Jika batas waktu pemenuhan sudah mau habis, dan Anda melihat belum ada kandidat yang benar-benar cocok, Ada 3 opsi yang bisa Anda lakukan:
1. Berdiskusi dengan atasan/user, apakah batas waktu pemenuhan dapat digeser?
2. Ajukan 2-3 kandidat terbaik yang sudah Anda proses
3. Meminta bantuan saya sebagai Head Hunter Anda ðŸ¤
Milka Santoso
Oh iya, satu lagi, There’s no Purple Squirrel, jangan entertaint user yang meminta kandidat yang ‘tidak ada di pasaran”. Jika User Anda meminta seorang translator bahasa Jerman, perempuan, cantik, penempatan di site pedalaman, dengan GPA min.3,5 dari Universitas ternama, Budget Salary 2 juta setengah, Anda harus jujur berkata kepada user Anda : Anda tidak akan mendapatkan kandidat seperti itu. Jika Anda memang membutuhkannya, ada beberapa requirement dan budget yang perlu disesuaikan.
Open Communication with User adalah salah satu kunci untuk Anda dapat berhasil sebagai seorang Recruiter.
Last but not least, izinkanlah saya membagikan hal ini kepada Anda, sesuatu yang selalu saya katakan kepada anggota-anggota tim saya : “Kalau Anda kerja cuma buat gaji, suatu saat Anda akan ketemu titik jenuhnya, tapi kalau Anda sadar, bahwa yang Anda lakukan sekarang ini penting, bisa membantu perusahaan, bisa membantu banyak orang menemukan pekerjaan impian mereka, Anda tidak akan pernah kehilangan passion Anda di dunia recruitment!"
Have a Great Day, Dear Great Recruiter 😉
Be Blessed!