Wednesday, September 8, 2010

Berhentilah Menjadi Gelas

Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan
ini selalu tampak murung.
"Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia
ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?" sang Guru bertanya.
"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk
tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya," jawab sang
murid muda.
Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam.
Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu."
Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan
gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang
diminta.
"Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kata Sang
Guru. "Setelah itu coba kau minum airnya sedikit."
Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.
"Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru.
"asin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah yang masih
meringis.
Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan.
"Sekarang kau ikut aku." Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat
tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau."
Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara.
Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari
mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan
guru , begitu pikirnya.
"Sekarang, coba kau minum air danau itu," kata Sang Guru sambil mencari
batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.
Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan
membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan
segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya,
"Bagaimana rasanya?"
"Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan
punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air
di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan
sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di
mulutnya.
"Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?"
"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya
lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya
itu meminum air danau sampai puas.
"Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah
dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih.
Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau
alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk
dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak
bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak
ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari
penderitaan dan masalah."
Si murid terdiam, mendengarkan.
"Tapi Nak, rasa 'asin' dari penderitaan yang dialami itu sangat
tergantung dari besarnya qalbu yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak
merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu
jadi sebesar danau."
"Berkata (Musa), "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku," (25)
"Dan mudahkanlah untukku urusanku." (26).
[Q.S. 20 : 25 - 26]
"Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali sesuai dengan
kesanggupannya." [Q.S. 2 : 286 ]
Sumber : ESQ